Pada kesempatan itu, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Ditjen Bina Pembangunan Daerah Suprayitno mengatakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan terkait pengelolaan irigasi dibagi menjadi kewenangan pusat (DI yang luasnya lebih dari 3000 ha, DI Lintas Provinsi, DI Lintas Negara, dan DI Strategis Nasional), Provinsi (DI yang luasnya 1000 ha – 3000 ha dan DI Lintas Kabupaten/Kota) dan Kabupaten/Kota (DI yang luasnya kurang dari 1000 ha dalam Satu Daerah Kabupaten/Kota).
Kemudian pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air juga dinyatakan bahwa kewenangan untuk pemerintah pusat yaitu dapat melaksanakan kegiatan rehabilitasi pada seluruh luasan areal irigasi. Sementara untuk kewenangan daerah akan ada penyesuaian mengikuti peraturan pelaksanaan turunan UU Sumber Daya Air yang saat ini masih disusun.
“Dalam agenda pembangunan berdasar RPJMN 2020- 2024, yang terkait irigasi adalah agenda pembangunan ke-5 yaitu, memperkuat infrastruktur untuk mendukung 2 pembangunan ekonomi dan pelayanan dasar yang secara langsung menekankan pada pembangunan infrastruktur sumber daya air,” ujar Suprayitno.
Terdapat beberapa isu strategis terkait PPSI, di antaranya: belum sinerginya jaringan irigasi antara saluran primer, sekunder, dan tersier; meningkatnya konflik air irigasi; pelaksanaan tata tanam tanpa memperhatikan kondisi pengelolaan air; hasil konstruksi tidak diikuti manajemen aset karena kurangnya alokasi anggaran; serta belum optimalnya pemberdayaan, penguatan dan partisipasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Sementara itu, guna mendukung Kebijakan PPSI, sesuai dengan kewenangannya, Kemendagri memiliki Tugas dan Fungsi (Tusi) yang secara khusus memberikan pembinaan umum serta fasilitasi penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah, sinkronisasi dan harmonisasi pembangunan daerah yang di dalamnya termasuk urusan sumber daya air dan irigasi di daerah.
“Hasil lokakarya ini akhirnya akan dituangkan dalam konsep Komitmen Bersama dan Rencana Aksi Implementasi Kebijakan PPSI Tahun 2023-2025, yang nantinya akan ditetapkan oleh masing-masing pejabat di daerah, Sekretaris Daerah provinsi dan Sekretaris Daerah kabupaten lokasi SIMURP sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan dan anggaran daerah, baik di provinsi maupun kabupaten,” tutup Suprayitno.
Wilayah yang terfasilitasi SIMURP terdiri dari 10 provinsi, yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan peserta Kabupaten terdiri dari 24 kabupaten, yaitu : Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Banyuasin, Musi Banyuasin, Cirebon, Karawang, Subang, Indramayu, Purworejo, Banjarnegara, Purbalingga, Kebumen, Brebes, Demak, Grobogan, Jember, Katingan, Takalar, Pangkajene Kepulauan, Bone, Pinrang, Konawe, Lombok Tengah, dan Nagekeo.