Bangunan-bangunan tersebut diduga berdiri di atas lahan milik warga tanpa dasar hukum yang jelas, mengancam kelancaran pelayanan publik.
Informasi ini diungkap oleh seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya. Ia menyatakan bahwa sejak awal pembangunan, bangunan-bangunan tersebut berdiri di atas tanah warga yang dipinjam tanpa adanya bukti tertulis seperti surat hibah atau perjanjian pinjam pakai.
“Sejak dulu kantor desa ini berdiri di atas tanah warga. Semangat gotong royong saat itu membuat warga merelakan lahannya, namun hingga kini belum ada kejelasan hukum,” ujarnya pada Kamis, 24 Juli 2025.
“Saya telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Camat Sungai Keruh, berharap mendapat arahan dari Bupati untuk menyelesaikan masalah ini secara hukum,” jelasnya.
Arisandi menekankan komitmennya untuk menyelesaikan persoalan warisan administratif ini secara legal dan tuntas.
Kekhawatiran warga semakin besar mengingat pentingnya kepastian hukum atas fasilitas pelayanan publik.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa menegaskan bahwa setiap aset desa wajib memiliki bukti kepemilikan yang sah. Tanpa dokumen tersebut, aset desa rentan disengketakan.
Oleh karena itu, masyarakat berharap Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin segera melakukan inventarisasi aset secara menyeluruh dan melakukan sertifikasi lahan untuk mencegah konflik agraria.
“Ini bukan hanya masalah administratif, tapi soal keberlanjutan pelayanan dan stabilitas pemerintahan desa,” tegas tokoh masyarakat tersebut. (*/Albert)