Warisan Budaya OKI: Ketek, Lebih dari Sekadar Perahu, Identitas yang Terus Mengalir

Warisan Budaya OKI: Ketek, Lebih dari Sekadar Perahu, Identitas yang Terus Mengalir

Spread the love
Ogan Komering Ilir, Radar Keadilan – Di tengah aliran sungai yang membelah desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Selapan, Ogan Komering Ilir (OKI), tersembunyi sebuah keahlian yang bukan hanya soal bisnis, melainkan upaya pelestarian budaya.

Perahu kayu, atau yang akrab disebut “ketek,” bagi masyarakat di wilayah perairan seperti Tulung Selapan, Air Sugihan, Sungai Menang, dan Cengal, bukan sekadar moda transportasi, melainkan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Ketek: Nadi Kehidupan Masyarakat Perairan

Ketek menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat, sarana mencari nafkah di laut, alat silaturahmi, dan penghubung antar wilayah.

Di tangan para pengrajin lokal, ketek menjelma menjadi warisan budaya yang terus dijaga dan dilestarikan.

Proses pembuatan ketek, perahu tradisional khas Ogan Komering Ilir, yang masih lestari hingga kini./radarkeadilan.com

Ketek ini bukan hanya alat transportasi, tapi juga identitas kami sebagai masyarakat sungai. Kami bangga bisa terus melestarikan tradisi pembuatan ketek ini,” ujar Suherman, seorang pengrajin ketek asal Simpang Tiga.

Proses Pembuatan yang Membutuhkan Ketelitian

Menurut Suherman, pembuatan satu unit ketek membutuhkan waktu sekitar 10 hari. Prosesnya meliputi pemilihan kayu meranti merah yang sudah kering, pengeringan kayu selama seminggu, penentuan ukuran yang tepat (4-5 meter), hingga perakitan 60 keping kayu untuk badan perahu.

Rangka demi rangka dirakit, mewujudkan ketek impian masyarakat Ogan Komering Ilir./radarkeadilan.com

Mesin yang digunakan bervariasi, mulai dari mesin engkol diesel tipe 1115 PK. Sentuhan akhir diberikan dengan cat merek Kuda Terbang yang dikeringkan selama 1-2 hari.

Para pengrajin muda meneruskan tradisi pembuatan ketek, warisan budaya yang tak lekang oleh waktu./radarkeadilan.com

“Keahlian ini saya dapatkan secara turun-temurun. Alhamdulillah, pesanan terus mengalir,” kata Suherman.

Bahkan banyaknya pesanan, pembeli harus rela mengantri hingga satu tahun untuk mendapatkan ketek impian mereka.

Harga Bervariasi, Kualitas Tetap Nomor Satu

Harga satu unit ketek berkisar antara Rp. 8 – 40 juta, tergantung spesifikasi yang diinginkan pemesan. Meski demikian, kualitas tetap menjadi prioritas utama para pengrajin.

Proses finishing ketek, perpaduan antara tradisi dan inovasi./radarkeadilan.com

“Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik. Kualitas kayu, mesin, dan cat yang kami gunakan selalu yang terbaik,” tegas Suherman.

Pelestarian Warisan Budaya untuk Masa Depan

Pembuatan perahu kayu di Desa Simpang Tiga adalah bukti nyata bahwa warisan budaya dapat menjadi sumber penghidupan, identitas, dan inspirasi bagi generasi muda. Pelestarian potensi lokal ini adalah tugas bersama, demi masa depan desa yang berakar pada kekuatan lokal.

Sentuhan akhir yang penuh warna, menghidupkan kembali ketek tradisional Ogan Komering Ilir./radarkeadilan.com
“Kami berharap, tradisi pembuatan ketek ini akan terus hidup dan berkembang di desa kami. Ini adalah warisan yang tak ternilai harganya,” pungkas Suherman. (*/Red)
Bagikan