Musi Banyuasin, Radar Keadilan – Dua tahun hampir terlewati, namun luka fisik dan beban psikologis dari insiden penyiraman air keras yang menimpa warga Kelurahan Balai Agung, M (39), belum menemukan titik terang.
Peristiwa yang terjadi pada Kamis (22/2/2024) di warung makan kawasan Sp.4 Randik tidak hanya merusak wajahnya, melainkan juga menghancurkan stabilitas ekonomi dan kehidupan keluarga korban.
M adalah ibu tiga anak yang saat insiden sedang mengelola warung makan miliknya. Putranya, R (19), langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Musi Banyuasin pada Sabtu (24/2/2024).
Hingga Minggu (7/12/2025), pihak keluarga telah menerima Surat Perintah Penyelidikan dengan Hasil Pemeriksaan (SP2HP), namun tidak ada satu pun tersangka yang berhasil diidentifikasi atau ditetapkan.
Korban menderita luka bakar parah pada bagian kiri wajah, yang membutuhkan serangkaian operasi plastik. Pemerintah daerah telah memfasilitasi perawatan di rumah sakit rujukan nasional, namun kondisinya masih memerlukan tindakan medis lanjutan.
“Kadang saya kesulitan menelan makanan, dan rasa tidak nyaman masih sering muncul di area yang terluka,” ungkap M saat ditemui awak media.
Biaya pengobatan yang terus meningkat membuat M kehilangan kemampuan ekonomi total.
Rumah dan kendaraan yang dulunya menjadi tulang punggung penghidupan keluarga terpaksa dijual secara mendadak untuk menutupi tagihan medis.
Saat ini, ia tinggal menumpang di rumah saudara dan bergantung pada dukungan donatur serta aktivitas kreatif di media sosial untuk bertahan hidup.
Penyidik Polres Musi Banyuasin mengkonfirmasi bahwa penyelidikan masih berlangsung dengan serangkaian langkah investigasi.
Namun, hingga saat ini tidak ada informasi resmi mengenai kemajuan identifikasi pelaku atau tahapan selanjutnya.
Penyiraman air keras adalah kejahatan berat yang memberikan dampak jangka panjang pada korban, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial. Kasus M menjadi bukti bahwa kasus serupa memerlukan fokus penuh, keberpihakan pada korban, serta komitmen tak tergoyahkan dari aparat penegak hukum untuk menegakkan keadilan.
Sebab, hampir dua tahun tanpa kejelasan telah membuat harapan korban dan publik terkikis, sementara luka yang tersisa terus mengingatkan akan pentingnya kecepatan dan keadilan dalam penanganan kasus hukum. (*/Lisin)






