Hasil investigasi Tim Media Radar Keadilan pada Sabtu (27/12/2025) mengungkapkan aktivitas eksploitasi sumber daya alam ini berlangsung di kawasan hutan produksi – tempat yang seharusnya steril dari semua bentuk pertambangan ilegal.
“Kita temukan sumur-sumur pengeboran yang beroperasi tanpa izin resmi, tanpa pengawasan teknis, dan tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sama sekali,” ungkap sumber peneliti Tim Media yang tidak mau disebutkan namanya.
“Alat berat bahkan masuk ke kawasan hutan tanpa izin, membuktikan skala dan sistematisasi aktivitas ini.”
Investigasi mengungkap tiga sosok yang diduga berperan kunci dalam jaringan tersebut.
Pertama, ‘Y.P’ – diduga sebagai koordinator lapangan dan “Tuan Takur” yang menguasai lahan hutan yang dijadikan lokasi pengeboran.
“‘Amr’ berperan sebagai humas lapangan yang mengondisikan situasi agar aman dari pengawasan hukum, masyarakat, dan pers, sekaligus mengelola aliran uang untuk ‘pengamanan’,” jelas sumber Tim Media.
Aktivitas ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menimbulkan ancaman ekologis yang parah.
Tanah dan air di sekitar kawasan terancam terkontaminasi, ekosistem hutan produksi terganggu, dan risiko luapan lumpur yang menyerupai tragedi Lumpur Lapindo menjadi ancaman langsung bagi keselamatan masyarakat sekitar.
Praktik illegal drilling ini diduga melanggar berbagai regulasi, antara lain Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 2001 tentang Migas, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, dan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Penerapan UU TPPU dianggap kunci untuk menelusuri aliran dana, menyita aset, dan mengembalikan kerugian negara.
“Pembiaran terhadap illegal drilling adalah pengkhianatan terhadap konstitusi, lingkungan, dan masa depan bangsa,” tegas sumber Tim Media.
Seperti yang mulai terungkap hari ini, kedaulatan negara atas sumber daya alamnya sedang diuji – dan jika tidak ditindak tegas, yang kalah bukan hanya hukum, tetapi juga generasi mendatang yang harus menanggung konsekuensinya. (*/Tim Media)











