Tim SAR gabungan berpacu dengan waktu untuk mengevakuasi para santri yang terjebak di bawah reruntuhan, sementara keluarga dilanda kesedihan mendalam.
“Sebagian korban ditemukan dalam kondisi sujud,” ungkap salah seorang anggota Basarnas yang enggan disebutkan namanya, menggambarkan betapa pilunya situasi di lokasi kejadian.
Proses evakuasi yang berlangsung sejak Rabu (1/10/2025) ini menghadapi tantangan berat. Kasubdit RPDO Basarnas, Emi Freezer, menjelaskan bahwa dari 15 titik yang terdeteksi, 8 di antaranya berstatus “hitam” (tidak ada tanda kehidupan) dan 7 berstatus “merah” (masih ada respons).
Tim SAR terus berupaya menjangkau 7 korban yang masih memberikan respons. Namun, baru 1 korban yang berhasil dijangkau, itupun belum berhasil dievakuasi.
“Untuk menyentuh titik korban, kami harus membuat gorong-gorong di bawah tanah. Proses ini sangat berisiko memicu runtuhan susulan,” jelas Kepala Basarnas, Marsekal Muda TNI Mohammad Syafii.
Hingga saat ini, jumlah pasti korban yang terjebak di reruntuhan belum dapat dipastikan. Pihak pesantren belum dapat memberikan data lengkap mengenai jumlah santri yang berada di lokasi saat kejadian.
Tim SAR terus mengoptimalkan proses evakuasi, mengejar golden time 72 jam sejak kejadian.
“Sesuai teori 72 jam, namun saat kita dapat menyentuh korban, kita sudah bisa mensuplai minuman dan vitamin, bahkan info sudah bisa kita berikan yang memungkinkan yang bersangkutan bisa bertahan lebih lama,” ujar Syafii.
Di tengah upaya evakuasi yang sulit dan kesedihan yang mendalam, secercah harapan masih menyala. Tim SAR terus berjuang untuk menyelamatkan setiap nyawa yang mungkin masih bisa diselamatkan.