Mereka gencar mengusut dugaan korupsi proyek fiktif di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkimtan) senilai Rp2,5 miliar.
Namun, ironi terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), di mana kasus serupa di Dinas Kesehatan (Dinkes) OKI dengan kerugian negara lebih dari Rp2,1 miliar justru terkesan jalan di tempat.
Modus “Pertemuan Hantu” dan Respons Janggal Kejari OKI
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap dugaan kuat manipulasi anggaran di Dinkes OKI melalui modus “pertemuan hantu” atau ghost meetings.
BPK menemukan klaim 17 kegiatan fiktif yang tidak pernah terjadi, kerugian riil yang belum dikembalikan ke kas daerah, serta pertanggungjawaban yang tidak sesuai fakta.
Alih-alih menindaklanjuti temuan tersebut, respons Kejari OKI justru menimbulkan tanda tanya besar. Upaya konfirmasi dari Radar Keadilan kepada Kasi Pidsus Kejari OKI, Purnomo, tidak berjalan mulus. Setelah berulang kali dihubungi, Purnomo baru merespons setelah serangkaian pertanyaan substansial dilayangkan.
Ketika ditanya mengenai langkah hukum yang akan diambil, Purnomo malah melempar tanggung jawab ke media.
“Kalo memang ada dugaan tindak pidana segera laporkan pak,” ujarnya.
Padahal, temuan BPK seharusnya sudah menjadi informasi awal yang cukup untuk memulai penyelidikan.
Purnomo juga mengalihkan pertanyaan ke bagian humas dengan alasan “satu pintu”, sebuah taktik birokratis yang kerap menghambat kerja jurnalis.
“Silahkan ke pak Kasi Intel pak kalo mau konfirmasi pak… Sebagai bagian kehumasan di KN OKI,” ujarnya.
Kejari Palembang Tancap Gas, Kejari OKI Terkesan Lambat
“Kami akan usut tuntas kasus ini. Tidak ada tebang pilih. Semua yang terlibat harus bertanggung jawab,” tegas Hutamrin dalam rilis pers tersebut.
Dua kasus dengan modus dan nilai kerugian yang nyaris sama, namun ditangani dengan sikap yang berbeda. Sikap proaktif dan transparansi Kejari Palembang patut diapresiasi. Sementara itu, respons Kejari OKI yang terkesan lamban dan defensif justru menimbulkan pertanyaan besar.
Publik Menanti Komitmen Kejari OKI
Publik kini menunggu, apakah Kejari OKI akan menunjukkan komitmen yang sama seperti Kejari Palembang, ataukah kasus proyek fiktif di Dinkes OKI akan berakhir sebagai catatan mati di lembar audit semata.
Akuntabilitas dan transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum. (*/DPD SWI OKI/Red)