Petani Sawit OKI Manfaatkan 778 Hektare Lahan PSR, Tanam Padi Gogo untuk Kuatkan Ketahanan Pangan

Program Intercropping Berhasil Gabungkan Produktivitas Sawit dan Padi, Dukung Swasembada Nasional

Spread the love
Ogan Komering Ilir, Radar Keadilan Ribuan petani sawit di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, membuktikan potensi luar biasa lahan perkebunan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Sebanyak 778 hektare lahan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) kini dioptimalkan melalui tanam padi gogo, dengan pola tumpang sari yang menggabungkan produktivitas kelapa sawit dan ketahanan pangan lokal.

Kegiatan tanam perdana yang memulai langkah revolusioner ini berlangsung di Kebun KUD Bina Sejahtera, Desa Kerta Mukti, Kecamatan Mesuji Raya, pada Kamis (17/12/2025).

Sebanyak 12 Koperasi Unit Desa (KUD) yang tersebar di Kecamatan Mesuji Raya, Pedamaran Timur, dan Pedamaran menjadi pelaku utama, dengan dukungan penuh sebagai mitra binaan PT Sampoerna Agro.

Bupati OKI H. Muchendi menegaskan bahwa program PSR tidak lagi hanya berfokus pada regenerasi tanaman sawit, melainkan bertransformasi menjadi platform kemakmuran bagi petani.

“Penanaman padi gogo hari ini membuktikan bahwa kolaborasi antara sektor perkebunan dan pangan mampu menghasilkan solusi produktif,” ujarnya.

Rombongan termasuk perwakilan pemerintah dan mitra kerja mengikuti penjelasan terkait program pemanfaatan lahan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk tanam padi gogo di Kebun KUD Bina Sejahtera, Desa Kerta Mukti, Kecamatan Mesuji Raya OKI. Acara pada Kamis (17/12/2025) juga menjadi ajang untuk menyampaikan strategi optimasi lahan guna mendukung swasembada pangan dan gula nasional./radarkeadilan.com

“Sistem intercropping ini sekaligus mendukung gerakan pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan nasional secara signifikan.”

Perwakilan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Doris Monica, menjelaskan bahwa konsep tumpang sari padi gogo dapat diterapkan pada tanaman perkebunan berusia di bawah dua tahun, termasuk kelapa sawit.

“Ini adalah strategi kunci untuk memperluas luas tanam padi dengan memanfaatkan potensi lahan perkebunan yang ada, khususnya di wilayah OKI yang memiliki lahan perkebunan luas,” paparnya.

Doris menambahkan bahwa pemerintah juga mendorong perluasan perkebunan tebu sebagai bagian dari upaya mewujudkan swasembada gula nasional.

Para peserta acara tanam perdana padi gogo di lahan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) berfoto bersama di depan papan informasi acara, yang mencakup 300 hektare lahan dikelola oleh 12 Koperasi Unit Desa di wilayah III, IV, dan V Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Kegiatan pada Kamis (17/12/2025) ini menjadi tonggak penting dalam upaya optimasi lahan perkebunan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, dengan dukungan dari pemerintah dan mitra kerja termasuk PT Sampoerna Agro./radarkeadilan.com

“Arahan Menteri Pertanian sangat jelas – swasembada gula adalah pilar penting dalam rangka mewujudkan swasembada pangan yang komprehensif,” ujarnya.

9.168 Hektare Lahan Sawit Rakyat Lolos Evaluasi BPDPKS

Pada kesempatan yang sama, Bupati Muchendi menyerahkan hasil penilaian fisik kebun sawit rakyat yang menjadi dasar pendanaan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Sebanyak 9.168 hektare lahan di Kecamatan Mesuji Raya, Mesuji, dan Lempuing Jaya dinyatakan memenuhi syarat teknis untuk menerima dukungan program PSR.

Kepala Dinas Perkebunan OKI, Dedy Kurniawan, menjelaskan bahwa penilaian meliputi kondisi kesehatan tanaman, pertumbuhan, dan produktivitas secara menyeluruh.

“Hasil evaluasi ini menjadi landasan krusial agar pendanaan dari BPDPKS digunakan dengan efektif dan tepat sasaran, menjamin manfaat maksimal bagi petani rakyat,” jelasnya.

Inovasi Pupuk Organik Tekan Biaya Produksi hingga 50 Persen

Selain pengembangan padi gogo, KUD Bina Sejahtera juga memperkenalkan praktik terbaik pengelolaan kebun sawit melalui penggunaan pupuk organik yang diproduksi secara mandiri. Inovasi ini terbukti mempercepat masa panen dan meningkatkan ukuran tandan buah segar (TBS).

Ketua KUD Bina Sejahtera, H. Azhar, yang merupakan pensiunan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), menjelaskan bahwa pupuk organik dibuat dari limbah sawit dan kotoran ternak.

“Bahan baku kami peroleh dari tandan kosong, limbah padat dan cair pabrik sawit, serta kotoran ternak yang difermentasi selama tujuh hari menggunakan QRR dan dolomit,” ujarnya.

Produksi pupuk organik bahkan telah berkembang menjadi usaha mandiri di bawah naungan koperasi, yang tidak hanya menekan biaya produksi tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar.

“Kami membeli kotoran ternak masyarakat dengan harga Rp10.000 per karung, bahkan air leri sebagai bahan pupuk cair juga memiliki nilai ekonomi yang signifikan,” tambah Azhar.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan dukungan pendampingan, khususnya dalam pengurusan izin produksi, agar produk pupuk organik ini dapat diperluas ke petani sawit di daerah lain. (*/Red)
Bagikan